Greenflation
Debat Capres dan Cawapres Indonesia tahun 2024 yang berlangsung cukup sengit, nyatanya mampu menyita perhatian publik. Debat yang disiarkan secara langsung ini juga mampu menghasilkan banyak topik yang akhirnya menjadi trending. Seperti omon-omon, food estate, SGIE, LFP dan slepet, bahkan yang paling baru muncul lagi istilah greenflation.
Istilah ini trending usai cawapres paslon urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengangkat topik tersebut. Debat ini menjadi perbincangan hangat di media sosial karena memang istilah ini masih sangat asing di telinga banyak orang. Tidak hanya asing bagi orang awam saja, namun orang-orang yang aktif terkait isu ekonomi, lingkungan hidup dan energi juga masih asing dengan istilah greenflation ini.
Mengenal Lebih Jauh Tentang Greenflation dan Penyebabnya
Greenflation adalah istilah yang sebenarnya terdiri dari dua suku kata, yaitu green yang berarti hijau dan inflation yang berarti inflasi. Istilah greenflation ini sering dikaitkan dengan naiknya harga material dan juga energi yang diakibatkan oleh perubahan atau transisi menuju energi hijau.
Secara sederhana, istilah greenflation ini mencerminkan sebuah kondisi kenaikan dari barang-barang ramah lingkungan karena permintaan bahan baku yang terlampau tinggi dan tidak sebanding dengan pasokannya. Inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya inflasi sebagai dampak dari transisi energi.
Metode produksi dengan menggunakan teknologi rendah karbon, yang mengurangi emisi gas rumah kaca, biasanya memerlukan investasi yang tidak sedikit dan cenderung mahal. Hal ini meningkatkan biaya marjinal di setiap unit produksi untuk jangka jangka pendek. Seperti memang sudah menjadi hukum alam, penggunaan energi dari bahan langka dan mahal akan menciptakan tekanan pada harga.
Transisi energi juga bisa menyebabkan dampak dari segi makro ekonomi terhadap inflasi. Dampak dalam jangka pendek, hal ini bisa mendorong kenaikan harga yang kemudian menghasilkan inflasi.
Sementara untuk jangka menengah dan panjang, transisi energi ini kemungkinan akan menekan harga energi serta menyebabkan disinflasi, terutama jika pasokan dan produktivitas mengalami peningkatan.
Hubungan Greenflation dengan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Mengutip dari laman resmi bank sentral Eropa (ECB), disebutkan bahwa konflik di Ukraina juga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya lonjakan harga komoditas serta membuat inflasi di beberapa negara ke tingkat yang lebih tinggi dalam kurun waktu lebih dari 40 tahun. Hal ini sekaligus menjadi tanda untuk disegerakannya transisi menuju energi terbarukan, namun ada harga yang harus dibayar agar tindakan ini bisa terlaksana.
Dalam laman ECB tersebut juga disebutkan, bahwa di dalam proses pembangunan perekonomian berkelanjutan ini. Negara juga akan menghadapi era baru yang berupa inflasi energi beserta tiga guncangan berbeda yang saling berhubungan.
Pertama ada Climatefation (inflasi iklim) yaitu inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan iklim.Kedua ada Fossilflation (inflasi fossil) yaitu inflasi yang mencerminkan tentang dampak buruk dari ketergantungan kepada sumber energi. Dan terakhir adalah Greenflation (inflasi hijau). Dari ketiga inflasi ini, greenflation cenderung tidak kentara. Beberapa perusahaan lantas mengadaptasi produksinya dengan tujuan agar mampu emisi karbon bisa berkurang.
Meski begitu, tetap saja teknologi ramah lingkungan masih memerlukan logam dan mineral dalam jumlah yang besar. Mulai dari litium, kobalt dan tembaga, terutama saat masih di masa transisi.
Baca Juga : Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015
Di masa mendatang, logam dan mineral diperkirakan akan akan mengalami peningkatan permintaan. Seiring meningkatnya jumlah permintaan tersebut, pasokan menjadi sangat terbatas dan setidaknya membutuhkan waktu selama 5 – 10 tahun menunggu pengembangan tambang baru.
Adanya ketidakseimbangan inilah yang membuat banyak harga komoditas penting menjadi naik secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Semakin cepat serta mendesak peralihan menuju perekonomian yang ramah lingkungan, artinya biaya yang dikeluarkan dalam rentang waktu yang pendek ini juga akan kian besar atau mahal.
Dampak greenflation sejauh terhadap harga konsumen sejauh ini masih terbilang kecil jika dibanding dengan inflasi fosil. Tapi seiring bertambahnya industri yang berpindah ke teknologi yang rendah emisi akhirnya diperkirakan jika inflasi hijau mampu memberi tekanan harga untuk berbagai jenis produk selama transisi tersebut sedang berlangsung.
Hal tersebut juga menunjukkan, bahwa sebenarnya greenflation merupakan kondisi naiknya harga yang tidak masuk akal ketiak jumlah pasokan sangat terbatas. Baik itu kendala dari permintaan yang tinggi atau memang kendala dari pasokan akibat kegiatan monopoli, bencana alam atau kondisi inflasi tinggi.
Terimakasih
Salam Semangat
Multiple Training & Consulting
Alief Maulana Ilyas
Konsultan ISO 9001
Jalan Tanah Abang I No. 11 F Jakarta Pusat 10160
Email : konsultan@multiple.co.id
Telp : (021) 3890 1773
Fax : (021) 352 39 82
Whatsapp : 081 6888 476 – 081 (MUTU ISO)
www.multiple.co.id
www.konsultaniso.web.id